Post: RI Siap Jalankan Terapi Plasma Darah Obati Pasien Corona
Jakarta, CNN Indonesia — Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio menyatakan pihaknya tengah menyiapkan protokol untuk mengobati pasien Covid-19 dengan terapi plasma darah atau plasma konvalesen. Menurutnya, protokol itu mengatur pengambilan plasma darah pasien yang sembuh dari virus corona dan pemberian kepada pasien yang masih sakit atau dirawat.
“Kami sedang menyiapkan protokol pengambilan plasma darahnya dan juga untuk pemberian ke pasiennya,” ujar Amin kepada CNNIndonesia.com, Rabu (29/4). Amin mengatakan protokol dibuat oleh sejumlah rumah sakit yang kemudian akan menerapkan terapi tersebut kepada pasien yang masih dirawat. Secara paralel, dia berkata Eijkman bersama dengan Palang Merah Indonesia (PMI) dan Badan POM membuat protokol untuk penyiapan donor, pengambilan plasma, dan penyimpanan plasma.
Baca juga: WHO: Tak Ada Bukti Pasien Sembuh Covid-19 Kebal dari Virus Corona
Lebih lanjut, Amin mengatakan Eijkman tidak melakukan uji coba terhadap pasien tersebut. Dia mengatakan Eijkman hanya melakukan pengujian di hulu, yakni memasstikan plasma dari pendonor mengandung antibodi yang cukup tinggi. Adapun pihak yang menerapkan terapi itu adalah rumah sakit. “Jadi tidak ada uji coba awal, langsung diimplementasikan dan itu merupakan bagian dari penelitian. Itu pelayanan berbasis penelitian,” ujarnya.
Di sisi lain, Amin menyampaikan kelebihan terapi plasma konvalesen adalah mampu mengeleminasi virus lewat antibodi pasien sembuh. Sebab, dia berkata sampai saat ini belum ada anti virus yang baku atau vaksin. “Jadi untuk mengeleminasi virusnya itu kita pakai antobodi. Karena antobodi diambil dari pasien yang sembuh jadi bisa dianggap terbukti bisa mengeleminasi virusnya,” ujar Amin.
Amin menambahkan ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi jika hendak menjadi pendonor. Salah satunya, dia mengatakan pendonor diutamakan adalah pria. Sedangkan perempuan, dia berkata tidak dianjurkan yang sudah hamil. “Sebenarnya laki-laki tidak terdapat satu sistem imun di dalam darah yang muncul seperti seorang wanita hamil. Istilahnya anti-HLA. Makanya kalau wanita harus yang belum pernah hamil,” ujarnya.
Amin juga mengatakan sejumlah negara sudah menerapkan terapi plasma. Sedangkan dari sisi biaya, dia berkata lebih murah daripada vaksin. “Untuk pengembangan vaksin butuh waktu dan biaya yang cukup besar. Jadi sambil pengembangan vaksin kita menggunakan itu,” ujar Amin. Lebih dari itu, Amin berkata terapi plasma konvalesen merupakan imunisasi pasif. Sedangkan vaksin merupakan imunisasi aktif. “(Terapi plasma konvalesen) antibodinya sudah ada di pasien yang kemudian diberikan,” ujarnya.
Lebih dari itu, dia mengingatkan pasien yang sembuh akibat mendapat terapi plasma konvalesen masih memiliki potensi terinfeksi Covid-19. “Semua yang pernah terinfeksi dan sembuh itu tetap ada kemungkinan untuk terinfeksi kembali, tergantung dari kadar antibodinya, tergantung dari kadar virusnya apakah sudah bermutasi apa belum,” ujat Amin.
Sebelumnya, beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris hingga Iran, sudah menjalankan terapi plasma darah yang diambil dari pasien sembuh Covid-19. Cara penyembuhan sementara itu diambil karena vaksin virus corona masih membutuhkan waktu yang cukup lama.