Terungkap! Begini Gambaran BPJS Kesehatan Kelas A dan B

Foto: BPJS Kesehatan (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia – Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) mengaku menghadapi sejumlah tantangan apabila nanti kelas standar BPJS Kesehatan diterapkan di rumah sakit (RS), terlebih rumah sakit swasta.

Baca Juga: 1.900 RS Lakukan Persiapan Penyatuan Kelas BPJS Kesehatan (doctortool.id)

Ketua Kompartemen Jaminan Kesehatan PERSI Daniel Wibowo mengatakan, dalam penerapan kelas standar nanti akan dimulai dengan terbagi menjadi dua kelas, yakni Kelas A untuk rawat inap peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Kelas B untuk rawat inap non peserta PBI.

Kemudian dalam aturannya nanti dalam ruang rawat inap untuk PBI, RS harus mempersiapkan 6 tempat tidur per kamar. Sementara ruang rawat inap yang non PBI, RS harus menyediakan 4 tempat tidur per kamar.

“Untuk merubah ini, RS perlu persiapan yang panjang. Karena rumah sakit sudah terbiasa dengan kelas perawatan 1,2,3, dan sekarang untuk peserta JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) ada kelas standar yang hanya sama semua untuk peserta JKN yang PBI dan non PBI,” jelas Daniel dalam program Profit CNBC Indonesia TV, Selasa (23/3/2021).

Kemudian, menyangkut komposisi ruang rawat inap kelas standar, seperti yang tertuang di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 tahun 2021, kata Daniel, RS pemerintah dan swasta diwajibkan 40% dari kapasitas tempat tidurnya adalah kelas standar dan 60% boleh untuk rawat inap kelas non standar.

Sehingga, rumah sakit harus menata kembali kamar perawatan yang ada di RS, dan harus memenuhi persyaratan sesuai dengan kelas standar. Misalnya, harus ada kamar mandi di dalam, tata letak gorden pembatas, aturan sirkulasi udara, dan sebagainya.

“Jelas tantangannya adalah kita harus menyesuaikan, yang pertama adalah financial. Bagaimanapun juga rumah sakit punya biaya operasional,” jelas Daniel.

Oleh karena itu, menurut Daniel untuk tarif pelayanan untuk peserta JKN harus sesuai dengan nilai keekonomian, artinya harus disesuaikan dengan biaya operasional rumah sakit. Kalau biaya tarif pelayanan tidak memenuhi aspek biaya operasional, hal itu tidak berdampak baik untuk pertumbuhan industri RS.

“Jadi pertama rumah sakit harus diatur dengan baik. Komposisinya harus clear, karena rumah sakit itu bukan hanya kelas standar dan non standar, tapi rumah sakit punya kewajiban ruang isolasi, ruang ICU, ruang pediatric intensive, dan sebagainya. Jadi banyak yang harus diatur. […] Karena kita bicara tentang pertumbuhan industri rumah sakit, jadi tarifnya harus baik,” kata Daniel melanjutkan.

Pada kesempatan terpisah, Ketua Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengungkapkan hal senada. Dalam menerapkan kelas standar, rumah sakit pemerintah baik di pusat atau daerah pasti akan terbantu dengan anggaran dari APBN atau APBD.

Sementara RS Swasta, di mana semua anggaran dan keuangannya diatur sendiri, pasti membutuhkan biaya renovasi yang tidak sedikit. Hal ini juga, kata Timboel yang harus menjadi konsentrasi pemerintah, bagaimana RS Swasta bisa mengikuti kelas standar.

“Kalau rumah sakit pemerintah pusat atau pemda bisa dari APBN atau APBD, ini harus dipikirkan pemerintah, agar RS Swasta mayoritas yang menjadi mitra BPJS Kesehatan bisa lebih mudah menerapkan ruang rawat inap Kelas PBI dan non PBI, sehingga akhirnya menjurus ke satu kelas,” jelas Timboel.

Sumber: Terungkap! Begini Gambaran BPJS Kesehatan Kelas A dan B (cnbcindonesia.com)