Ahli Wanti-wanti Covid Berpotensi Masuk Fase Rawan Maret 2022

Epidemiolog meminta pemerintah tidak banyak merelaksasi kegiatan yang memicu mobilitas warga secara masif, sembari belajar penanganan pandemi kepada Jepang.
lustrasi pandemi covid-19 di Indonesia.

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mewanti-wanti kondisi pandemi virus corona (Covid-19) di Indonesia berpotensi memasuki fase rawan pada Maret 2022. Ia menyebut apabila belajar dari pengalaman, lonjakan kasus covid-19 di Indonesia terjadi setelah 3-4 bulan pasca lonjakan covid-19 di Eropa.

Baca juga : Ini 3 Cara Download Sertifikat Vaksin Covid, Bisa Lewat SMS – DoctorTool
Dicky sekaligus menegaskan bahwa pandemi Covid-19 sangat bersifat fluktuatif, sehingga penurunan kasus yang cukup signifikan di Indonesia dalam 4 bulan terakhir ini bukan berarti menunjukkan bahwa pandemi Covid-19 di Indonesia sudah masuk fase aman menuju selesai.

“Nah, ini tentu tidak langsung pasti terjadi, tapi bisa menjadi rujukan bahwa Maret nanti atau triwulan 2022 menjadi masa yang sangat rawan untuk Indonesia,” kata Dicky kepada CNNIndonesia.com, Senin (22/11).

Dicky menyebut kondisi lonjakan Covid-19 di Indonesia bisa diminimalkan apabila pemerintah dan warga mau berkaca pada penanganan pandemi Covid-19 Jepang. Ia meminta pemerintah tidak banyak merelaksasi kegiatan yang memicu mobilitas warga secara masif. Ia lantas menilai, kombinasi strategi testing, tracing, treatment (3T). Kemudian kepatuhan masyarakat dalam memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas (5M), serta program vaksinasi nasional dapat menolong Indonesia selamat apabila lonjakan Covid-19 tetap terjadi.

“Itu yang bisa kita jadikan contoh mitigasi gelombang ketiga kita,” kata dia.

Dicky mendorong agar Indonesia semakin memperbanyak pemeriksaan whole genome sequencing (WGS) untuk mendeteksi secara cepat varian baru di Indonesia. Dan juga mewanti-wanti bahwa pemeriksaan WGS bukan hanya berbicara mengenai virus corona, melainkan juga ancaman virus-virus lain yang juga dapat mengancam Indonesia. Untuk itu, ia mendesak agar pemerintah mengalokasikan anggaran lebih agar pemeriksaan WGS di Tanah Air semakin agresif dan masif.

Selain itu, Dicky mendorong pemerintah agar fokus menyasar sejumlah kategori yang ‘wajib’ diambil sampelnya untuk kemudian dilakukan pemeriksaan WGS. Yang pertama adalah mereka yang sudah menerima vaksin covid-19 lengkap namun masih terpapar covid-19.

Kedua, kasus-kasus klaster level komunitas yang perlu dicari tahu penyebabnya. Ia menyebut, dalam kondisi seperti itu, pemerintah cukup mengambil sampel acak seperti pada kasus klaster di sekolah dan lain-lain.

“Nah yang ketiga, WGS dilakukan pada setiap hasil positif tes PCR di pintu masuk negara, terutama kedatangan dari negara yang masuk daftar merah atau juga WNA maupun WNI yang memiliki gejala klinis covid-19. Itu menurut saya dalam konteks saat ini sangat perlu dilakukan,” jelasnya.

Lebih lanjut, Dicky juga menilai capaian vaksinasi di Indonesia masih rendah. Per 22 November pukul 12.00 WIB baru 89.426.870 orang dari sasaran 208.265.720 orang yang baru menerima vaksinasi lengkap. Artinya, baru 42,94 persen warga yang sudah mendapatkan proteksi lengkap dari pemberian vaksin.

Dicky menyebut daya imunitas yang dimiliki warga baik melalui antibodi alamiah melalui infeksi maupun melalui vaksinasi akan semakin menurun dengan berjalannya waktu. Dengan kondisi itu, maka penularan covid-19 akan kembali mudah terjadi secara masif di tengah relaksasi pada mobilitas warga yang terjadi seperti saat ini.

“Vaksinasi yang harus dicapai 90 persen saat ini, karena 80-85 persen masih bisa terjadi gejolak, dan itu tidak hanya di Eropa tapi juga Singapura,” ujar Dicky.

Sumber : Ahli Wanti-wanti Covid Berpotensi Masuk Fase Rawan Maret 2022 (cnnindonesia.com)