Post: Pemerintah Andalkan Penanganan OTG Covid-19 dengan Imunitas
Jakarta, CNN Indonesia — Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto mengatakan orang tanpa gejala (OTG) harus menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat untuk meningkatkan imunitas. OTG merupakan orang yang mungkin pernah bersentuhan langsung dengan penderita Covid-19 sehingga dirinya tertular. Namun OTG tidak mengalami gejala Covid-19 seperti demam tinggi dan sesak nafas. “Terapkan perilaku hidup bersih dan sehat untuk meningkatkan imunitas,” ujar Yurianto kepada CNNIndonesia.com, Minggu (10/5).
Selain menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, Yuri juga meminta setiap orang mengikuti protokol kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak serta tetap diam di rumah demi memutus mata rantai penyebaran virus dari OTG ke kelompok rentan.
Epidemiolog Universitas Indonesia, Hermawan Saputra juga mengatakan penanganan OTG bisa dilakukan dengan cara meningkatkan imunitas setiap orang di masa pandemi Covid-19. “Jadi imunitas tubuh dan menjaga jarak adalah kunci mengantisipasi kasus Covid-19 sekaligus penanganan orang tanpa gejala,” ujarnya.
Sementara peneliti Lembaga Biomolekuler (LBM) Eijkman, Iqbal Elyazar mengatakan strategi penanganan OTG bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu membatasi mobilitas dan memperbanyak pemeriksaan kesehatan. “Tidak perlu menunggu adanya gejala, karena yang berbahaya adalah infectiousness dari OTG. Mereka terus menularkan,” ucap Iqbal.
Dia menjelaskan tiga strategi lainnya untuk menangani Covid-19 di Indonesia, sekaligus mengendalikan OTG. Pertama, pemerintah perlu mengeluarkan kurva epidemi sesuai standar ilmu epidemiologi. Dengan kurva tersebut, peneliti bisa melihat tren penurunan atau percepatan Covid-19.
Baca juga: Cara Cek Kelebihan Iuran BPJS Kesehatan yang Terlanjur Dibayar
Menurut Iqbal, data pertambahan kasus di Indonesia yang selama ini disampaikan Gugas Covid-19 tidak bisa digunakan untuk mengklaim penurunan kasus. Sebab pertambahan kasus tersebut merupakan hasil dari uji laboratorium pada hari-hari sebelumnya. “Ada jarak antara sampel diambil dengan hasil keluar dan hasil dilaporkan, jadi yang kita lihat itu adalah tambahan konfirmasi kasus, bukan kasus baru,” ucap Iqbal.
Untuk itu, pemerintah perlu memberikan informasi secara real time mengenai jumlah kasus baru per hari untuk membuat kurva epidemi yang benar. “Sudah saatnya pemerintah Indonesia mengeluarkan kurva epidemi, data tersebut sudah tersedia di rekam medis, sistem informasi fasilitas kesehatan dan laporan pemeriksaan laboratorium. Siap untuk dianalisis,” jelasnya.
Kemudian, pemerintah secara transparan menyampaikan data jumlah pemeriksaan PCR dan lamanya waktu pemeriksaan untuk setiap provinsi dan kabupaten/kota. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap kurva epidemi yang akan dikeluarkan pemerintah.
Langkah terakhir adalah menggunakan kurva epidemi tersebut sebagai salah satu cara menilai pelaksanaan kebijakan pengendalian Covid-19. Dengan mengetahui tren perkembangan kasus Covid-19, pemerintah bisa memberlakukan kebijakan yang sesuai, seperti memperpanjang aturan PSBB, menghentikan operasional kendaraan umum dan melakukan tes secara masif.
Jika penanganan Covid-19 tidak berdasarkan pada kurva epidemi Covid-19 di tiap daerah, maka kemungkinan jumlah kasus baru Covid-19 akan terus bertambah, tidak menutup kemungkinan OTG akan menjadi ancaman yang lebih besar. “Setiap strategi pengendalian covid memerlukan data dan kurva ini di setiap daerah. Kurva ini mengarahkan strategi kita, terutama jika terjadi perluasan wilayah Covid-19 akibat mobilitas OTG yang tidak dibatasi,” ujar Iqbal.
Oleh karena itu, meskipun pemerintah Indonesia belum mampu melakukan tes massal kepada seluruh warganya, Iqbal berharap pemerintah melalui Gugas Tugas Covid-19 bisa membuat kurva pandemi untuk menentukan arah kebijakan. Menurutnya, dengan kebijakan yang tepat, pemerintah bisa memutus mata rantai virus corona, bahkan tanpa harus melakukan pemeriksaan kepada setiap orang.
Sampai saat ini tidak ada data pasti jumlah OTG di Indonesia. Namun berdasarkan penelitian LBM Eijkman, sekitar 80 persen pasien positif yang sudah melalui tes merupakan orang tanpa gejala. Jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia per Minggu (10/5) secara kumulatif mencapai 14.032 kasus. Sementara itu, jumlah pasien meninggal berjumlah 973 orang, dan pasien sembuh mencapai 2.698 orang. (mel/pmg)