Post: Badai Bradykinin Bisa Jadi Penyebab Kematian Pasien Covid-19 Gejala Berat
Penulis Bestari Kumala Dewi | Editor Bestari Kumala Dewi
KOMPAS.com – Setelah sebelumnya badai sitokin disebut sebagai salah satu penyebab kematian pasien Covid-19 dengan gejala berat, penelitian terbaru rupanya juga menemukan adanya badai bradykinin yang juga bisa meningkatkan risiko kematian pada pasien Covid-19 dengan kondisi parah. Tim peneliti dari Oak Ridge National Laboratory di Tennessee melakukan perbandingan ekspresi gen antara paru-paru terinfeksi Covid-19 dengan paru-paru normal yang sehat. Hasilnya, pada paru-paru terinfeksi Covid-19, ditemukan ekspresi bradykinin yang sangat tinggi.
Ahli biologi molekuler Indonesia Ahmad Utomo mengatakan, bradykinin adalah protein kecil yang bisa membuat pembuluh darah melebar atau disebut fasodilasi. Normalnya, hal tersebut diikuti dengan ekspresi angiotensin converting enzyme (ACE) yang berfungsi untuk mendegradasi bradykinin.
Baca juga: Isolasi Mandiri karena Covid-19, Ini 2 Cara Deteksi Dini Happy Hypoxia
“Ketika terjadi fasodilasi, sel imun yang ada di dalam darah akan menyelinap keluar. Masalahnya, pada Covid-19, selain bradykinin yang tinggi, angiotensin converting enzyme (ACE) di dalam tubuh rendah,” jelas Ahmad kepada Kompas.com, Selasa (8/9/2020). “Padahal, ACE ini kan seharusnya berfungsi mengendalikan bradykinin. Karena tidak ada pengendali, bradykininnya jadi banyak sekali,” lanjutnya.
Bukan hanya itu, ACE 2 yang merupakan reseptor yang berfungsi menerima adanya virus dalam tubuh, pada pasien Covid-19 juga ditemukan sangat tinggi. “Jadi, virus SARS- CoV-2 ini memang jahat sekali ya, dia bisa merusak keseimbangan renin angiotensin system dengan cara menaikkan bradykinin dan menurunkan ACE, tapi di saat bersamaan dia juga meningkatkan ekspresi ACE 2.” Ahmad mengibaratkan hal tersebut seperti maling yang masuk ke dalam rumah, tapi tidak hanya mengacaukan isi rumah, melainkan juga membuka seluruh jendela di rumah, agar maling lainnya bisa ikut masuk ke dalam rumah.
Hal menarik lainnya dari temuan ini, tim peneliti juga menemukan hyaluronic acid synthesis, yaitu salah satu protein yang dibutuhkan tubuh untuk menahan air. Namun, rupanya pada pasien terinfeksi Covid-19, hyaluronic acid synthesis ini juga terekspresi dalam jumlah banyak.
“Ketika terjadi fasodilasi menyeluruh di paru-paru, sel imun akan keluar, kemudian air bisa masuk, begitu pun dengan hyaluronic acid tadi, hasilnya akan muncul gumpalan-gumpalan seperti jeli di paru-paru,” kata Ahmad. “Jadi bisa dibayangkan, mengapa ada pasien Covid-19 yang tidak tertolong meski sudah dibantu dengan ventilator. Kemungkinan, ini karena sudah terlalu banyak gumpalan lendir di paru-paru mereka, sehingga sangat sulit untuk bernapas,” pungkasnya.