Post: Mengapa Lebih Banyak Pria yang Meninggal karena Covid-19 daripada Wanita?
KOMPAS.com – Kasus virus corona penyebab penyakit Covid-19 di dunia jumlahnya sudah mencapai 1,8 juta orang. Virus yang bermula menyebar dari Wuhan, Hubei, China itu menyerang banyak orang, tanpa mengenal batasan usia, jenis kelamin dan kalangan. Beberapa penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa virus corona berisiko besar pada kategori usia di atas 50 tahun dan juga orang dengan penyakit seperti jantung, diabetes dan hipertensi. Namun selain itu, dari data yang dihimpun di banyak negara, pria juga dinilai lebih berisiko terpapar dan meninggal karena virus corona Covid-19. Globalhealth bersama CNN mengumpulkan data dari 44 negara untuk melihat prosentase pasien virus corona dan korban meninggal karena Covid-19. Data tersebut diambil dari update pemerintah negara masing-masing pada 17 Maret hingga 8 April 2020.
Pria lebih banyak
Di sejumlah negara, pasien pria lebih banyak terinfeksi dan meninggal karena corona. Seperti di Italia, perbandingan kasus infeksi pria dan wanita 53 berbanding 47 persen. Sementara tingkat kematiannya 68 berbanding 32 persen. Di China, kasus positif corona pasien pria juga lebih banyak, yaitu 51 persen berbanding pasien perempuan yaitu 49 persen. Tingkat kematian pasien pria karena virus corona di China juga lebih tinggi yaitu 64 persen, dibandingkan perempuan 36 persen. Iran juga demikian, perbandinganya 57 persen laki-laki dan 43 perempuan. Sedangkan tingkat kematiannya 59 persen berbanding 41 persen. Proporsi pria lebih banyak terpapar dan meninggal juga dilaporkan di Yunani, Peru, Ekuador, Jepang, Pakistan, Filipina dan Thailand.
Baca Juga: Menkes Setujui PSBB DKI Jakarta untuk Tangani Covid-19
Infeksi lebih rendah, kematian lebih tinggi
Di Denmark, Republik Irlandia, Swiss, Spanyol, Belanda, Belgia, Korea Selatan, Portugal, Kanada, Republik Ceko dan Rumania angka kasus infeksi pria lebih kecil dibanding perempuan. Namun meskipun demikian, angka kematian pria di negara-negara tersebut masih lebih tinggi. Termasuk juga dengan Finlandia, Chili, Austria, Norwegia, Swedia dan Jerman, meskipun proporsi kasus infeksinya seimbang, namun angka kematian pria pasien terinfeksi masih lebih tingi dibanding perempuan. Indonesia Di Indonesia, mengutip data yang ada di kawalcovid19, dari kasus positif yang dilaporkan, 62,5 persen adalah laki-laki dan 37,5 perempuan. Pria juga mendominasi di semua kelompok umur, kecuali di rentang 20-29 tahun.
Indonesia
Di Indonesia, mengutip data yang ada di kawalcovid19, dari kasus positif yang dilaporkan, 62,5 persen adalah laki-laki dan 37,5 perempuan. Pria juga mendominasi di semua kelompok umur, kecuali di rentang 20-29 tahun. Kenapa pria lebih berisiko? Epidemiolog Indonesia kandidat doktor dari Griffith University Australia, Dicky Budiman menilai alasan tepatnya terkait kondisi tersebut masih terus diteliti untuk memastikannya. Meskipun ada sebagian yang menyebut faktor kebiasaan merokok, mobilitas dan obesitas bisa jadi pendorongnya. Hal itu mengingat di negara yang banyak terdampak virus corona seperti China, Perancis, Italia, Korea Selatan pasien pria mengalami kematian 50 persen lebih besar dari wanita.
“Secara umum, profile kesehatan para pria di negara tersebut adalah, perokok dan peminum alkohol,” kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, (12/4/2020). Dicky memaparkan, faktor merokok di Spanyol bersifat merata antara pria dan wanita yang positif Covid-19. Namun tetap saja kematian pria lebih tinggi dari wanita Sementara di Italia dari sekitar 1.591 kasus covid kritis di RS, 82 persennya adalah pria. Di New York pun datanya hampir sama, bahwa pria hampir dua kali lebih besar kemungkinan untuk meninggal akibat Covid dari wanita. “Perbandingannya 71 pria mati per 100.000 dibanding 39 wanita per 100.000 kasus,” jelasnya.
Imunitas
Selain faktor gaya hidup, Dicky juga mengatakan, ada teori yang menyebutkan bahwa pria memiliki respon imunitas yang lebih rendah dari wanita. Mengenai faktor imun atau daya tahan tubuh ini, Dicky mengatakan, studi pada kasus epidemi HIV dan hepatitis juga memperlihatkan bahwa wanita memiliki reaksi imunitas yang lebih kuat (bagus) terhadap virus. Hal itu mengingat wanita memiliki 2 kopi kromosom X sementara pria hanya satu. Kromosom X ini yang diketahui memiliki banyak sekali gen respon imunitas. Namun dia juga mengingatkan bahwa hal itu perlu diteliti lebih lanjut. Sebab ada faktor budaya atau sosial yang bisa berpengaruh. Seperti misalnya fakta bahwa umumnya wanita lebih sering datang untuk memeriksakan kesehatan, sehingga lebih menurunkan kemungkinan untuk jatuh pada sakit kritis. “Sementara sebaliknya pria cenderung ada dalam sosok perkasa, merasa sehat dan hanya berobat ketika sakit parah,” ungkap Dicky.
Tes virus corona
Dicky juga menyebutkan dari sekitar 1,5 juta tes Covid-19 yang dilakukan di AS sampai 10 April, menunjukkan bahwa mayoritas peserta tes adalah wanita (56 persen). Dari 56 persen peserta tes ini didapati 16 persenya positif. Sebaliknya, dari 1,5 juta tes itu, meskipun hanya 44 persen pria yang dites tapi dari jumlah tersebut 23 persennya terbukti positif. “Ini memberi tanda bahwa pria belum terdorong atau bersikap pro aktif untuk melindungi kesehatan dirinya sendiri. Pria harus didorong untuk memeriksakan diri lebih awal dan jangan menunggu sampai timbul gejala,” jelas dia. Dicky yang juga terlibat dalam penanganan pandemi flu burung mendampingi Siti Fadilah Supari (mantan Menteri Kesehatan RI) mengatakan, kasus serupa juga terjadi pada pandemi SARS, dimana kaum pria menjadi gender yang lebih rawan menjadi korban dan mengalami kematian dibanding wanita. “Saat SARS, angka kematian pasien pria di Hong Kong adalah 21,9 persen dan wanita 13,2 persen,” paparnya. “Itu teori yang saat ini difahami terkait hubungan gender dan pandemi, mengacu pada kasus pandemi atau epidemi sebelumnya. Namun untuk lebih tepatnya terkait Covid-19, tentu kita akan melihat penelitian lebih lanjut,” ungkap Dicky.