Penulis Ahmad Naufal Dzulfaroh | Editor Rizal Setyo Nugroho
KOMPAS.com – Lebih dari empat bulan kasus Covid-19 di Indonesia, beragam upaya telah dilakukan pemerintah untuk memutus rantai infeksi. Di antaranya adalah meningkatkan kapasitas tes virus corona harian. Sejauh ini, Indonesia telah melakukan tes rata-rata sekitar 20.000 spesimen per hari. Jika ditotal, jumlah tes Covid-19 di Indonesia sampai saat ini adalah 1.061.367 tes atau 3.879 per 1 juta populasi, berdasarkan data Worldometer (13/7/2020). Indonesia berada di peringkat 31. Sementara dari web infeksiemerging.kemkes.go.id jumlah orang yang telah dites sebanyak 621.087 orang.
Paling rendah
Apabila dibandingkan dengan 5 negara yang memiliki populasi penduduk terbesar di dunia lainnya, angka itu termasuk yang paling kecil. Sebagai negara terpadat di dunia dengan populasi lebih dari 1,4 miliar, China sejauh ini telah melakukan pengujian sebanyak 90,4 juta tes atau sekitar 62.814 tes per 1 juta populasi.
Baca juga: Bill Gates Minta Vaksin Covid-19 Tidak Didistribusikan dengan Sistem Pasar, Ini Sebabnya
Dengan jumlah tes itu, China telah mengonfirmasi 83.602 di antaranya dinyatakan positif Covid-19 dengan 4.634 kasus kematian. India dengan populasi penduduk tertinggi kedua di dunia (1,38 miliar) juga telah melakukann tes melebihi 11.8 juta atau 8.553 per 1 juta penduduk. Tecatat India saat ini menjadi negara dengan kasus infeksi terbanyak ketiga di dunia dengan 879.466 kasus.
Sementara itu, Amerika Serikat yang memiliki populasi 331 juta jiwa sampai saat ini telah melakukan lebih dari 42,4 juta tes Covid-19 atau 128.281 tes per 1 juta penduduk. Dengan angka itu, lebih dari 3,4 juta di antaranya dinyatakan positif virus corona dengan 137.782 kematian. Bahkan, jumlah tes di Indonesia juga masih kalah dengan Pakistan yang sejauh ini telah melakukan lebih dari 1,5 juta tes atau 7.173 tes per 1 juta penduduk.
Padahal, jumlah Produk Domestik Bruto (PDB) Pakistan jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia, yaitu 1,3 juta dollar AS. Pakistan saat ini telah melaporkan 251.625 kasus infeksi dengan 5.266 kematian. Sementara Brazil yang memiliki populasi 212 juta jiwa, saat ini telah melakukan 4.5 juta tes Covid-19 atau 21.508 tes per 1 juta jiwa. Brazil kini menduduki peringkat kedua kasus terbanyak dengan lebih dari 1,8 kasus infeksi dan 72.151 kematian.
Dampak rendahnya pengujian
Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, rendahnya kapasitas tes di Indonesia akan berdampak pada tingkat deteksi terhadap orang yang terinfeksi. “Terutama adalah masih banyaknya orang yang terinfeksi tidak terdeteksi, sehingga mereka mudah untuk terus menularkan dan yang tertular akan juga terus menularkan, ini mengikuti pola eksponensial,” kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Senin (12/7/2020).
Apabila hal itu terus dibiarkan, kelompok masyarakat dengan yang berisiko tinggi (komorbid) juga akan terinfeksi. Pada akhirnya jumlah kasus positif yang harus dirawat di rumah sakit pun semakin tinggi karena kelompok tersebut perlu mendapat dukungan perawatan, seperti ventilator. Selain itu, Indonesia juga akan menghadapi angka kematian yang terus bertambah akibat telatnya diagnosis dan berujung pada sakit parah.
“Hal lain yang akhirnya juga akan terjadi adalah semakin meningkatnya angka kematian akibat telat terdiagnosis dan kemudian jatuh sakit parah atau kondisi nanti di mana kapasitas layanan tidak akan mampu menampung banyakanya orang sakit,” jelas dia. Agar semua kemungkinan itu tak terjadi, Dicky menyebut pemerintah tak memiliki pilihan apa pun, selain melakukan intervensi lebih pada tes PCR. Ia menyarankan agar tes ditingkatkan dua kali lipat per hari atau sekitar 40.000 tes per hari dan tracing mendekatai 90 persen dari total kontak serta 100 persen isolasi. “Khusus untuk kapasitas tes, lebih meratakan distribusi lab yang mampu tes dan utilitasnya,” tutupnya.
Diingatkan WHO
Mengenai kapasitas tes di Indonesia, WHO telah memberikan peringatan dalam dua kali laporan situasi pada bulan Juni dan Juli. WHO mengingatkan Indonesia soal kecepatan tes yang dinilai masih memakan waktu lama, yaitu sekitar seminggu setelah dilakukannya tes. Padahal WHO memberikan batasan paling lama 48 jam.
Selain itu, kapasitas tes yang masih 0,4: 1.000 populasi per minggu, dinilai belum sesuai standar WHO yaitu 1: 1.000 populasi per minggu. Dalam panduan terbaru, WHO juga menyebutkan bahwa kriteria pasien sembuh tidak lagi ditentukan dengan dua kali swab negatif, namun dari kondisi gejala pasien.
Disebutkan bahwa pasien yang gejalanya telah sembuh mungkin masih menunjukkan hasil positif saat dites swab selama beberapa minggu. Meskipun demikian, WHO menyebut pasien rendah kemungkinannya menularkan virus corona ke orang lain. Sehingga kapasitas testing bisa dialihkan untuk menguji kategori orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP), terutama bagi negara dengan kapasitas testing rendah seperti Indonesia.