Penulis Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas | Editor Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas
KOMPAS.com – Dibandingkan orang dewasa, infeksi virus corona yang lebih lama berpotensi lebih banyak dialami anak-anak. Seperti dilansir dari CNN, Senin (10/8/2020), seorang anak di Inggris mengalami batuk pada awal Maret. Namun, tanpa gejala lain Covid-19, orangtuanya mengisolasinya di rumah selama dua pekan, sesuai petunjuk pemerintah.
Gejala sakitnya tidak terlalu parah, sehingga anak tersebut hanya dirawat di rumah. Di awal-awal pandemi di Inggris, banyak orang jatuh sakit dan anak tersebut juga tidak pernah dites untuk memastikan apakah dia terinfeksi virus corona SARS-CoV-2 atau tidak.
Baca juga: Relawan Vaksin Covid-19 Harus Berdomisili di Bandung Raya
Akan tetapi, orangtuanya mengatakan dokter telah mendiagnosisnya sebagai kondisi kelelahan pascavirus atau pasca-Covid, sebagai dampak infeksi terhadap virus SARS-CoV-2. Ini adalah salah satu kasus dari sejumlah anak yang menderita gejala infeksi virus corona beberapa bulan setelah pertama kali jatuh sakit. Gejala Covid-19 pada anak-anak, umumnya lebih ringan dibandingkan pada orang dewasa. Dengan kemungkinan kebutuhan rawat inap pada pasien anak jauh lebih rendah.
Kendati demikian, Dr Anthony Fauci direktur US National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID) menegaskan bahwa virus masih dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan anak-anak, bahkan beberapa meninggal.
Kondisi langka pada anak Tak hanya itu, sebagian kecil pasien anak dan remaja dengan Covid-19 yang telah dirawat di rumah sakit di Amerika Serikat, Inggris Raya, Italia dan beberapa negara lainnya, menunjukkan kondisi langka. Kondisi langka ini disebut dengan sindrom inflamasi multisistem pada anak-anak, atau MIS-C, yakni komplikasi potensial setelah infeksi Covid-19. “Covid-19 pada anak-anak terbagi dalam dua kategori. Infeksi utama virus tampaknya secara umum lebih ringan, kecuali beberapa kasus kecil dengan kondisi yang sudah ada sebelumnya,” kata Athimalaipet Ramanan, Honorary Professor of Paediatric Rheumatology di University of Bristol, Inggris.
Tetapi, imbuh Ramanan, yang menjadi masalah adalah pada sebagian anak dengan sindrom hyper-inflammatory, yang menunjukkan gejala sakit yang parah dan memerlukan perawatan medis. Ramanan mengaku belum pernah menemui kasus Covid-19 pada anak dengan kondisi ringan yang tampak lebih tahan lama. “Saya pikir kita akan tahu lebih banyak tentang ini di bulan-bulan mendatang,” jelas dia. Hingga kini belum ada data yang konkret terkait dampak jangka panjang infeksi virus terhadap anak-anak.
Para peneliti sejauh ini memusatkan perhatian mereka pada sejumlah kecil anak yang dirawat di rumah sakit dengan MIS-C, daripada mereka yang menderita gejala yang tidak kunjung hilang setelah dicurigai terpapar virus SARS-CoV-2. Dosen klinis Dr. Nathalie MacDermott dari National Institute for Health Research di King’s College London dan dokter di rumah sakit London mengatakan telah melihat lebih banyak kasus MIS-C, dibandingkan pasien Covid-19 akut pada anak. “Saat ini, tidak ada data konkret yang dipublikasikan terkait dengan masalah jangka panjang pada anak-anak. Karena kita masih cukup dini dan anak-anak belum begitu terpengaruh,” kata MacDermott.
Selain itu, kemungkinan anak mengalami jenis masalah yang sama dengan yang terjadi pada orang dewasa, yakni kelelahan jangka panjang. MacDermott merekomendasikan agar orangtua dari anak-anak yang menunjukkan gejala signifikan, dapat mencari bantuan melalui penyediaan perawatan primer pada mereka. Tujuannya, untuk memastikan kondisi mendasar lainnya pada anak tidak terlewatkan, sehingga apabila tidak adanya tes positif virus corona, maka tidak akan menghalangi anak-anak untuk mendapatkan perawatan pasca-Covid, untuk mengantisipasi dampak infeksi lainnya dari virus ini.