Penulis Devina Halim | Editor Fabian Januarius Kuwado
JAKARTA, KOMPAS.com – Pembicaraan warganet di media sosial mengenai kenaikan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi Covid-19 didominasi sentimen negatif. Hal itu berdasarkan hasil analisis big data yang dilakukan Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial ( LP3ES) serta Drone Emprit.
“Total dari 5 Mei hingga 25 Mei (periode ketiga analisa), hampir separuh warganet (48 persen) memiliki sentimen negatif pada kenaikan ini. Lebih besar dari mereka yang memiliki sentimen positif (46 persen),” kata Direktur Center for Media and Democracy LP3ES Wijayanto melalui keterangan tertulis, Senin (1/6/2020).
Baca juga: Pasca kenaikan Iuran, Penunggak BPJS Kesehatan Tak Akan Disubsidi Pemerintah
Analisis big data yang dilakukan untuk mendalami reaksi publik itu dilakukan menggunakan software Astramaya yang dikembangkan Drone Emprit. Terdapat tiga periode yang dianalisis yaitu, sejak Perpres ditandatangani Presiden Joko Widodo (5 Mei-13 Mei 2020), periode kedua (14 Mei-25 Mei 2020), dan tiga minggu setelah Perpres terbit (5 Mei-25 Mei 2020).
Selama tiga minggu sejak Perpres diteken Jokowi, LP3ES dan Drone Emprit mencatat terdapat 115.599 percakapan di media sosial. Sebanyak 101.745 percakapan di antaranya terjadi di Twitter. Hasil analisis, kata Wijayanto, menunjukkan adanya dinamika sentimen dari warganet terkait topik tersebut.
Pada periode pertama, sentimen positif warganet sebesar 54 persen, sementara sentimen negatif 42 persen. Sentimen negatif kemudian meningkat menjadi 50 persen pada periode kedua. Di sisi lain, sentimen positif menurun menjadi 44 persen. Menurut Wijayanto, peningkatan sentimen negatif tersebut dipengaruhi oleh pemberitaan media daring.
“Media arus utama secara umum memiliki sentimen negatif pada kenaikan ini. Salah satu cuitan yang paling banyak diretweet adalah justru dari akun media daring yang berjudul: ‘Iuran BPJS Naik Lagi, Masyarakat KenaPrank Jokowi’,” tuturnya. Wijayanto menuturkan, kebijakan tersebut menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat pada pemerintah.
Hal itu terlihat dari sisi emosi yang menonjol dari percakapan warganet, yaitu ketidakpercayaan. Ia mengatakan, terdapat 5.800 unggahan terkait ketidakpercayaan tersebut.“Kebijakan ini justru menerbitkan distrust yang semakin tinggi kepada pemerintah, setelah distrust terkait penanganan corona,” ucap dia.
Topik mengenai kenaikan iuran BPJS tersebut mendapat perhatian hingga satu bulan lamanya. Menurut Wijayanto, hal itu dikarenakan isu jaminan kesehatan dinilai penting bagi publik. Padahal, sebuah isu rata-rata dibicarakan selama satu minggu atau hanya beberapa hari. Ia berpandangan, hal itu menunjukkan penguatan kesadaran publik terhadap hak-hak mereka sehingga dinilai baik bagi proses demokrasi.