Penulis Nur Fitriatus Shalihah | Editor Jihad Akbar
KOMPAS.com – Baru-baru ini peneliti mempelajari kaitan obesitas dengan penyakit Covid-19 yang serius. Berat badan berlebih meningkatkan kemungkinan mengembangkan sejumlah masalah kesehatan, termasuk penyakit jantung dan diabetes. Dilansir Associated Press, Selasa (8/9/2020), para dokter memperhatikan pasien Covid-19 dengan gejala parah banyak yang juga mengalami obesitas sejak awal pandemi.
Baca juga: Badai Bradykinin Bisa Jadi Penyebab Kematian Pasien Covid-19 Gejala Berat
Hal itu semakin jelas terlihat saat virus corona melanda seluruh dunia dan data meningkat. Para peneliti mencoba mencari tahu mengapa hal itu bisa terjadi. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan terhadap lebih dari 5.200 orang yang terinfeksi virus corona, sebanyak 35 persen di antaranya mengalami obesitas.
Para peneliti menemukan kemungkinan rawat inap meningkat untuk orang dengan body mass index (BMI) lebih tinggi, bahkan ketika memperhitungkan kondisi lain yang dapat membuat mereka berisiko. Menurut para ilmuwan, obesitas mungkin menjadi salah satu alasan beberapa negara atau komunitas terpukul oleh virus corona.
Di Amerika Serikat misalnya, negara dengan kasus Covid-19 terbanyak saat ini, tingkat obesitas di kalangan orang dewasa telah meningkat selama beberapa dekade dan sekarang mencapai 42 persen. Seseorang dengan tinggi 5 kaki 7 inci, dianggap obesitas dengan berat mulai 190 pound atau indeks massa tubuh 30.
Peningkatan risiko penyakit Covid-19 yang serius tampak lebih jelas dengan obesitas ekstrem atau BMI 40 ke atas. Para peneliti mengatakan banyak faktor kemungkinan yang membuat penderita obesitas lebih sulit melawan infeksi virus corona. Hal itu seperti membawa beban ekstra yang membebani tubuh, serta kelebihan lemak dapat membatasi kemampuan paru-paru untuk mengembang dan bernapas. Masalah lainnya adalah peradangan kronis yang sering kali disertai dengan obesitas.
Peradangan adalah cara alami tubuh melawan penyusup berbahaya seperti virus. Tetapi, peradangan yang berlangsung lama tidak sehat dan dapat merusak pertahanan tubuh saat ancaman nyata muncul. “Itu seperti menuangkan bensin ke api yang membara,” kata Dr Dariush Mozaffarian, seorang peneliti obesitas dan dekan dari sekolah ilmu gizi dan kebijakan Universitas Tufts, Boston.
Bahkan jika orang yang mengalami obesitas tidak didiagnosis menderita diabetes atau penyakit jantung, menurut Mozaffarian kesehatan mereka mungkin tidak optimal. Sebelumnya, sebuah studi menemukan peningkatan risiko kematian akibat Covid-19 pada orang dengan obesitas berat, tetapi hanya di antara pria.
Salah satu penulis studi yang meneliti penyakit menular di Kaiser Permanente di California Selatan, Sara Tartof, menjelaskan penemuan itu dapat mencerminkan pria cenderung membawa lemak di sekitar perut.
Jenis lemak itu lebih terkait dengan produksi hormon yang dapat berkontribusi pada penyakit yang lebih parah. Para ilmuwan juga sedang menjajaki apakah ada sesuatu yang spesifik tentang virus corona itu sendiri yang membuat orang gemuk lebih rentan menjadi sangat sakit.
Komplikasi dalam perawatan juga bisa muncul setelah dirawat di rumah sakit. Untuk membantu pernapasan, misalnya, dokter meletakkan alat di perut para pasien Covid-19. Tapi itu bisa jadi sulit bagi penderita obesitas, sehingga lebih mungkin mereka memakai ventilator. Ada kekhawatiran lainnya dari para peneliti. Vaksin Covid-19 nantinya mungkin tidak akan efektif bagi para penderita obesitas, tak seperti pada orang normal lainnya. Kondisi itu seperti yang terjadi pada vaksin flu dan vaksin lainnya.