5 Hal yang Perlu Diketahui soal Sesak Napas sebagai Gejala Covid-19

5 Hal yang Perlu Diketahui soal Sesak Napas sebagai Gejala Covid-19
ilustrasi sesak napas (shutterstock/Twinsterphoto)

Penulis Luthfia Ayu Azanella | Editor Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com – Para pasien penderita Covid-19 ada yang mengalami kesulitan bernapas atau sesak napas. Ada yang pulih seiring berjalannya waktu, namun tak sedikit juga yang memerlukan bantuan ventilator untuk mempermudah bernapas. Apa yang harus kita pahami soal sesak napas sebagai salah satu gejala terinfeksi virus corona jenis baru?

Gejala awal Covid-19

Melansir Healthline, Jumat (5/6/2020) sesak napas yang secara medis dikenal dengan istilah dispnea ini merupakan salah satu gejala khas dari Covid-19. Berbeda dengan sesak napas yang dialami seseorang dengan kelebihan berat badan, suhu ekstrem, ketinggian, dan sebagainya, dispnea yang terjadi pada penderita Covid-19 kondisinya bisa sampai parah dan bertahan cukup lama.

Sesak napas yang dialami penderita Covid-19 biasanya terjadi pada hari ke 4 dan 10 setelah infeksi terjadi dalam tubuh, mengikuti gejala yang lebih ringan, seperti demam, rasa kelelahan, dan pegal-pegal. Namun, ada juga penderita yang tidak menunjukkan gejala ini sama sekali.

Baca juga: RI-Korsel Kerja Sama Produksi Vaksin COVID-19

Yang membedakan apakah sesak napas ini merupakan gejala dari Covid-19 atau bukan adalah terjadinya penurunan saturasi oksigen secara tiba-tiba. Sesak napas yang disertai dengan demam dan batuk menjadi kunci lain bahwa ini merupakan gejala dari Covid-19. CDC melaporkan, 31-40 persen penderita Covid-19 mengalami sesak napas.

Jumlah ini sebenarnya masih terbilang rendah jika dibandingkan dengan gejala lain yang lebih banyak terjadi pada penderita Covid-19. Misalnya, demam (83-99 persen), batuk (59-82 persen), atau kelelahan (44-70 persen). Hasil studi lain dari CDC, sesak napas pada penderita Covid-19 sebanyak 43 persen terjadi pada pasien dewasa bergejala, dan 13 persen pada pasien anak-anak bergejala.

Mengapa Covid-19 menyebabkan sesak napas?

Pada kondisi normal di mana paru-paru sehat, oksigen akan melintasi alveoli dan memasuki pembuluh darah kecil yang dikenal sebagai pembuluh kapiler, tempat sebelum oksigen dialirkan ke seluruh tubuh. Namun, pada mereka yang menderita Covid-19, transfer oksigen akan terganggu oleh respons imun yang muncul.

Sel darah putih melepaskan molekul inflamasi yang disebut kemokin atau sitokin. Mereka akan mengumpulkan lebih banyak sel kekebalan demi membunuh sel yang terinfeksi virus corona. Proses tersebut menyisakan nanah yang merupakan campuran dari cairan dan sel-sel mati di dalam paru-paru. Keberadaan nanah tersebut menyebabkan terjadinya sesak napas, batuk, juga demam.

Namun, khusus untuk gejala sesak napas pada Covid-19, risiko terjadinya jauh lebih tinggi pada mereka yang berusia di atas 65 tahun, perokok, punya riwayat diabetes, dan penyakit kardiovaskular, serta sistem kekebalan tubuh yang lemah. Demikian pula setelah seseorang seubuh dari Covid-19, sesak napas masih mungkin terjadi karena paru-paru yang telah mengalami kerusakan dan tidak semuanya bisa disembuhkan secara sempurna.

Kerusakan ini menyebabkan pembentukan jaringan parut atau bekas luka pada paru-paru atau disebut sebagai fobrosis paru. Bekas luka ini membuat paru-paru semakin keras sehingga menyulitkan seseorang untuk bernapas.

Risiko sesak napas pada Covid-19

Menurut review dari 13 penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Infection, sesak napas menimbulkan risiko timbulnya penyakit parah dan kritis jika terjadi pada penderita Covid-19. Napas yang memburuk ini dapat menyebabkan kondisi yang dikenal sebagai hipoksia.

Saat kesulitan bernapas, tingkat saturasi oksigen akan turun hingga di bawah 90 persen. Hal ini meyebabkan otak kekurangan oksigen. Jika ini terjadi, maka seseorang akan mengalami kebingungan, lesu, dan mengalami gangguan mental lain. Dalam kasus yang parah, apabila kadar oksigen turun hingga di bawah 80 persen, maka risiko terjadinya kerusakan organ vital dapat meningkat.

Pengaruh rasa cemas

Stres atau kecemasan yang berlebihan secara tidak langsung dapat membuat seseorang mengalami sesak napas. Stres dan cemas ini juga tidak jarang terjadi pada seseorang yang didiagnosis menderita Covid-19. Sistem saraf simpatik akan bereaksi dan menimbulkan respons fisiologis akan kecemasan yang dirasakan.

Misalnya, jantung berdetak leih kencang, napas menjadi cepat dan dangkal, dan pita suara akan menerut ketika seseorang tersebut mencoba bernapas. Sesak napas pun tidak terhindarkan karena otot-otot di dada lebih banyak mengambil alih proses pernapasan. Padahal, ketika kondisi rileks seseorang bernapas dengan banyak dibantu diafragma yang memungkinkan untuk seseorang bernapas lebih dalam dan panjang.

Akses pertolongan, jika…

Gangguan proses pernapasa ada yang ringan, ada juga yang berat atau disebut sebagai sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS). Tanda-tanda gangguan pernapasan yang mengarah pada ARDS di antaranya adalah napas yang menjadi cepat dan sulit, timbul rasa sakit, sesak, atau tidak nyaman di dada atau perut atas, bibir kaku atau kulit berubah warna, demam tinggi dan tekanan darah rendah.

Selain itu, terjadi kebingungan mental, denyut nadi cepat atau lemah, dan tangan atau kaki menjadi dingin. Jika tanda-tanda itu sudah terlihat, maka disarankan untuk segera mengakses pertolongan medis, misalnya dengan menghubungi dokter atau rumah sakit untuk mendapatkan cara pertolongan pertama dan petunjuk yang harus dilakukan. 

Sumber: https://www.kompas.com/tren/read/2020/06/09/070300365/5-hal-yang-perlu-diketahui-soal-sesak-napas-sebagai-gejala-covid-19

Categories
Archives